Untuk waktu yang lama dlm sejarah manusia, dominasi budaya patriarki telah membuat banyak perempuan berbakat menyembunyikan diri dgn nama lelaki (ayah, suami, sahabat dll) untuk menampilkan karya mereka dalam pandangan dan pembicaraan publik.
Potret diri Christina Robertson (1796-1854), seorang pelukis Skotlandia yg bekerja di istana Czar Rusia. Untuk beberapa waktu, ia menggunakan nama suaminya dalam karya yang dibuat, sebelum akhirnya mengenal dirinya. Begitu juga yang dialami Margaret Harkness, seorang aktivis sosialis Inggris akhir abad 19 yang menggunakan nama pena John Law, agar karya-karyanya bisa ditampilkan di hadapan publik.
Saya belum tahu pasti apakah ada kontemporer mereka dalam pengalaman sejarah kita. Dalam tradisi penulisan babad (sejarah istana), sejarawan Ann Kumar menyebutkan satu karya babad yang ditulis seorang mantan prajurit perempuan.
Saya kira masih banyak nama-nama perempuan berbakat lain yang masih menunggu kehadiran sejarawan masa kini dan yang akan datang, untuk keluar dari lorong gelap kubur sejarahnya.
View on Path