HOME

OMAH-MUNIR-DIBUKA-DI-BATU
Photo courtessy, SOLOPOS.com (9/12/2013

Andi Achdian adalah sejarawan dan penulis. Di luar karya tulis berupa esai dan buku, Andi juga memiliki ketertarikan mengembangkan museum sebagai medium pembelajaran sejarah di Indonesia. Beberapa museum yang pernah dibuatnya adalah Museum POLRI (2009) dan Omah Munir (2013) sebagai museum HAM di Indonesia.

 

ARTIKEL TERPILIH 

Tabiat Apakah?: Ketakutan Besar, Krisis dan Hoax (Indoprogres, 10 Januari 2017)

Riwayat Majapahitan (Nefosnews, 09 Oktober 2014)

Akrobat Politik Anak Mami (Nefosnews, 26 September 2014)

Munir Ada dan Berlipat Ganda (Majalah Loka, 06 September 2014)

Gelora Rayuan Negeri Jawa (Majalah Loka, 26 April 2014)

Habis Gelap Terbitlah Kartini (Majalah Loka, 21 April 2014)

Puding dalam Dunia Modern (Majalah Loka, 28 Maret 2014)

BUKU

Sang Guru & Secangkir Kopi: Sejarawan Onghokham dan Dunia Baru Bernama Indonesia

Sang Guru & Secangkir Kopi: Sejarawan Onghokham dan Dunia Baru Bernama Indonesia
Buku ini memuat pemikiran dan kenangan pribadi seorang sejarawan muda terhadap guru dan sahabatnya, alm. Onghokham. Sebuah karya yang lahir dari jalinan persahabatan selama tujuh tahun terakhir kehidupan Ong. Dalam percakapan-percakapan intim namun dalam, mereka mendiskusikan pelbagai peristiwa lampau dan masa kini, berbicara tentang Indonesia dan persoalan mancanegara. Dan sudah barang tentu tentang soal sejarah.

 

 

The Angle of Vision: Mereka yang Tidak Menyerah pada Sejarah Ditulis dalam bentuk narasi yang memikat, buku ini bukan sekadar kumpulan biografi. Setiap sosok yang dikisahkan di buku ini membawa cerita sejarahnya sendiri baik sebagai negarawan, intelektual, sastrawan, sejarawan, maupun orang biasa yang keberadaannya mungkin tak banyak diketahui oleh orang lain. Melalui tulisan, tindakan, dan juga keyakinan politik pribadi mereka

 

 

 Kebijakan Landreform di Indonesia bergulir sejak keluarnya UUPA No. 5/1960. Bagaimanpun, payung hukum bagi pelaksanaan reforma agraria tersebut tidak dapat berlangsung mulus. Di perdesaan, kebijakan itu mengundang riak konflik antar kekuatan-kekuatan politik yang mendefinisikan dengan cara mereka bagaimana kebijakan landreform itu diterapkan.
Tanah bagi yang Tak Bertanah: Landreform pada Masa Demokrasi Terpimpin 1960-1965