Omah Munir

Setelah berkolaborasi dengan pekerja museum Erwien Kusuma dan peneliti sejarah/kurator  Ivan Aulia Ahsan dalam pembangunan Museum POLRI pada 2009, saya mendapat kesempatan kembali mewujudkan pembangunan sebuah museum dengan  tema Hak Asasi Manusia. Museum itu  selesai dikerjakan pada bulan Desember 2013. Museum itu kemudian diberi nama  Omah Munir, sebagai sosok utama pembela HAM yang kiprah pribadinya menjadi dasar bagi pembangunan museum HAM itu. Meskipun Omah Munir mengangkat sosok pribadi dalam sejarah perjuangan HAM di Indonesia, bagaimanapun ia tidak berbicara sekedar pada sosok individual semata. Pendekatan kuratorial dalam Omah Munir menempatkan pribadi Munir sebagai ‘jendela’ untuk melihat persoalan-persoalan HAM yang ada di Indonesia sejak bergulirnya gerakan itu.

omahM1
Suciwati, inisiator pembangunan Omah Munir. Photo-courtessy, Portal KBR

Setelah berkolaborasi dengan ahli museum Erwien Kusuma dan peneliti sejarah/kurator museum Ivan Aulia Ahsan dalam pembangunan Museum POLRI pada 2009, saya mendapat kesempatan kembali mewujudkan impian membangun sebuah museum dengan  tema Hak Asasi Manusia. Museum itu  selesai dikerjakan pada bulan Desember 2013. Museum itu kemudian diberi nama  Omah Munir, sebagai sosok utama pembela HAM yang kiprah pribadinya menjadi dasar bagi pembangunan museum HAM itu. Meskipun Omah Munir mengangkat sosok pribadi dalam sejarah perjuangan HAM di Indonesia, bagaimanapun ia tidak berbicara sekedar pada sosok individual semata. Pendekatan kuratorial dalam Omah Munir menempatkan pribadi Munir sebagai ‘jendela’ untuk melihat persoalan-persoalan HAM yang ada di Indonesia sejak bergulirnya gerakan itu. Klik di sini untuk melihat isi museum.

My great team, Batu, 9-12-2013. Photocourtessy, Dessy, Merdeka.com
My great team, Batu, 9-12-2013. Photocourtessy, Destriyana, Merdeka.com

Merdeka.com – (9/12/2013) Dalam pembukaan Omah Munir, Suciwati, istri mendiang pejuang HAM Munir Said Thalib , berulang kali menyebut 8 itu angka yang sakti. Apa maksud di balik kata-katanya?

Setelah digali lebih dalam, maksud dari pernyataan ibu dua anak ini adalah karena angka 8 menjadi hari ulang tahun suaminya (8 Desember), dan perampungan museum Omah Munir sendiri hanya dilakukan dalam kurun waktu 8 hari.

Ditemui di acara pembukaan Omah Munir, Andi Achdian yang berkolaborasi dengan Erwien Kusuma dalam perancangan museum HAM pertama di Asia Tenggara ini, juga menyatakan hal serupa.

Andi juga memuji kesolidan tim Malang yang telah berhasil menyulap kediaman Munir di Jalan Bukit Berbunga No. 02, Batu, Jawa Timur, itu hingga menjadi sebuah museum yang menarik.

“Kita bikin museum dalam waktu 8 hari itu kayak abrakadabra. Kerja teman-teman luar biasa dan mereka juga punya komitmen besar. Jadi, saya kira mereka layak disebut tim abrakadabra,” kata Andi kepada merdeka.com, Minggu (8/12), ketika ditemui di sela-sela acara pembukaan Omah Munir.

Andi yang sebelumnya terlibat dalam pembuatan Museum POLRI juga menambahkan bahwa penataan museum Omah Munir tidak akan statis, melainkan akan terus dirombak supaya tidak membosankan.

Selain peran Andi dan Erwien dalam hal konsep, pembuatan Omah Munir juga tak lepas dari kerja keras Muhammad Syaifuddin Zuhri dan Zuhkhriyan Zakaria yang bertugas dalam penataan ruang museum, serta Dimas Andhika Pramayuga yang bertugas sebagai perancang grafis. Dalam hal display koleksi museum, Muhammad Syaifuddin Zuhri atau biasa disapa Pujo mengaku tak menemui kesulitan yang berarti.

“Secara teknis, saya tidak memiliki kesulitan dalam mengoordinasi anggota tim lainnya, hanya saja kita kekurangan benda-benda 3D yang mau dipajang, seperti patung dan bukti-bukti otentik tentang Munir,” pungkas Pujo.

Lain Pujo, lain pula dengan Dimas Andhika Pramayuga yang didapuk sebagai perancang grafis dalam penyelesaian Omah Munir. Menurut pria kelahiran 2 Agustus 1989 ini, deadline 8 hari yang diberikan untuk menyelesaikan sebuah museum awalnya terasa berat. Namun, suasana yang terbangun di antara tim membuat semua pekerjaan itu akhirnya menjadi terasa lebih ringan dan menyenangkan.